Para
ahli geologi telah lama meneliti fungsi gunung sebagai pondasi
penguat permukaan bumi. Adalah Profesor Emeritus Frank Press dari
Washington, Amerika Serikat (AS), salah seorang Geolog yang mengkaji
tentang gunung sebagai sebagai pasak bumi.
Penasihat
bidang ilmu pengetahuan di era kepemimpinan Presiden AS Jimmy Carter
itu sempat menulis buku berjudul “The mountains, like pegs, have
deep roots embedded in the ground.” Lewat buku “Gunung, seperti
pasak, berakar di dalam tanah” itu, Press mengungkapkan apabila
gunung dibelah berbentuk irisan maka akan terlihat akar atau alur
bersama lava yang mengikat kuat di dasar tanah.
Ia
juga mengungkapkan fungsi gunung yang memainkan peran penting dalam
menstabilkan kerak bumi. Hasil penelitian ilmiah itu sebenarnya sudah
disebut dalam kitab suci Alquran, sejak 1400 tahun yang lalu.
Penemuan Press itu membuktikan bahwa Alquran adalah mukjizat dan
firman Allah SWT.
Simaklah
Alquran surah Al-Anbiya ayat 31: “Dan
telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi
itu (tidak) goncang bersama mereka…”
Dalam surah
Al-Naba ayat 6-7, Allah SWT berfirman, “Bukankan
telah Kami jadikan bumi sebagai hamparan. Dan Kami jadikan
gunung-gunung sebagai pasak?”
Mengapa
gunung diistilahkan sebagai pasak? Menurut Prof Press, sebenarnya,
kerak bumi mengapung di atas cairan. Lapisan terluar bumi membentang
5 km dari permukaan. Kedalaman lapisan gunung menghujam sejauh yang
35 km. Dengan demikian, pegunungan adalah semacam pasak yang didorong
ke dalam bumi.
“Jadi
gunung inilah yang berfungsi sebagai pasak untuk menstabilkan kerak
bumi,” ungkap Prof Press.
Hal senada
juga diungkapkan Profesor Siaveda, ahli geologi dari Jepang. Menurut
Siaveda, ketika lempengan bumi saling bertumbukkan, makalempengan
yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya. Sementara
yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Inilah
yang mengikat kuat di dasar permukaan bumi.
Simak firman
Allah dalam surah An-Nahl ayat 15 ini:
“Dan
Dia menancapkan gunung gunung di bumi supaya bumi ini tidak
berguncang bersama kamu.”
Saya
ingin menjelaskan bahwa sebenarnya kata yang digunakan dalam AlQuran
untuk menyebutkan “gunung” dalam ayat-ayat pada artikel tersebut
berbeda. Memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, semua kata
tersebut diartikan dengan ‘gunung’. Perhatikan beberapa ayat
berikut ini
QS.16
: “Dan Dia menancapkan gunung-gunung
di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, sungai-sungai dan
jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.”
(QS.An-Nahl : 15)
QS.78
: “dan gunung-gunung
sebagai pasak?” (QS.An-Naba : 7)
QS.21
: “Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung
yang kokoh supaya tidak bumi itu goncang bersama mereka
dan telah Kami jadikan di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar
mereka mendapat petunjuk.” (QS.Al-‘Anbiyaa
: 31)
QS.27
: “Dan kamu lihat gunung-gunung
itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai
jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh
tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS.An Naml : 88)
QS.77
: “dan Kami jadikan padanya gunung-gunung
yang tinggi, dan Kami beri minum kamu dengan air tawar?” (QS.Al
Mursalaat : 27)
QS.101
: “dan gunung-gunung
adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan” (QS.Al
Qaari’ah : 5).
Yang
perlu diperhatikan, pertama, jika kata ‘gunung’ yang dimaksud
adalah kata yang diikuti dengan keterangan kerja/benda artinya kata
‘gunung’ tersebut diperlakukan sebagai sebuah benda maka AlQuran
menyebutnya sebagai al jibaal.
Keterangan yang dimaksud contohnya : dijadikan pasak, dapat berjalan
selayaknya awan, bisa dihamburkan seperti bulu, dibenturkan,
ditegakkan, dihancurkan, menjadi tumpukan pasir, dan masih banyak
lagi. Disini “gunung” atau al jibaal
dimaksudkan sebagai sebuah benda yang dapat
dilihat keberadaannya.
Kedua,
jika ‘gunung’ yang dimaksud diikuti oleh keterangan berupa kata
sifat maka kata ‘gunung’ tersebut merupakan suatu hal yang tidak
terlihat dan AlQuran menyebutnya dengan rawaasiya.
Keterangan yang meunjukkan sifat misalnya : yang tinggi,
menetapkan/ditetapkan, yang kokoh,
dijadikan,
dan lainnya. Jadi kata rawaasiya
ini dimaksudkan untuk menjelaskan suatu hal yang ada tapi tidak
terlihat dan hanya dirasakan keberadaannya.
Apa
arti Al Jibaal yang sebenarnya?
Ayat yang
menerangkan al jibaal dengan jelas adalah ayat berikut ini.
QS.20
: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang jibaal, maka katakanlah:
“Rabbi akan menghancurkannya seremuknya, maka dijadikan datar sama
sekali, tidak ada sedikitpun kamu lihat tempat
rendah dan yang tinggi”. yang (QS.
Thaa Haa : 105 – 107).
Disini
kita perhatikan bahwa AlQuran menyebutkan setelah jibaal
dihancur-remukkan oleh Allah, maka tidak lagi terlihat tempat yang
rendah dan yang tinggi, artinya sebelum jibaal dihancurkan oleh
Allah, kita, manusia, akan melihat tempat yang rendah dan tinggi.
Jika kita tinggal di lereng dataran tinggi kita masih bisa melihat
tempat yang rendah (lembah) dan yang tinggi (puncak gunung). Lantas
apa AlQuran hanya benar untuk orang yang tinggal di lereng dataran
tinggi saja? Ternyata bila kita tinggal di dataran rendah, pesisir
pantai misalnya, kita juga bisa melihat tempat yang tinggi
(bukit-bukit) dan tempat yang rendah yaitu dasar laut. Jadi jika
jibaal diartikan gunung maka tidak perlu disebutkan bahwa sebelum
dihancurkan ada tempat yang rendah dan tinggi sebab disemua tempat di
muka bumi ini yang dihuni manusia selalu ada tempat yang tinggi dan
rendah. Karena AlQuran itu sangat sempurna bahasanya maka tidak
mungkin jibaal itu artinya gunung saja karena dataran rendah juga
diistilahkan jibaal. Lantas apa arti jibaal? Kesimpulannya jibaal
itu berarti lempeng benua.
Jika demikian maka menjadi logislah surat Al Ghaasiyah ayat 19 yang
mengatakan:
“Dan
lempengan benua bagaimana ia ditegakkan?” (QS.Al Ghaasiyah : 19)
Jika
diartikan dari ayat 17 : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan
lempengan benua bagaimana ia ditegakkan?” Nah, pembuktian
keilmuannya dilakukan oleh bidang ilmu geologi dan geodesi yang
menyatakan bahwa sebenarnya gunung yang kita lihat itu adalah
lempengan benua yang terlipat akibat saling dorong dengan lempengan
benua yang lain, misalnya gunung Himalaya adalah lempeng India yang
melipat ke atas akibat berdesakan dengan lempeng Asia. Dalam
kehidupan sehari-hari, masayarakat lokal akan menamai “sepetak”
lempengan benua dengan nama dataran tinggi, misalnya sepetak lempeng
Asia di Yogyakarta dinamai Merapi dan sepetak lempeng Arab di Makkah
di namai bukit Tsur
Apa arti
Rawaasiya yang sebenarnya?
Salah satu
ayat yang menjelaskan apa itu rawaasiya adalah ayat berikut.
QS.16
: “Dan Dia menancapkan gunung-gunung
di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, sungai-sungai dan
jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.”
(QS.An-Nahl : 15)
Kita
tentu mengetahui bahwa bumi ini berotasi. Sekarang coba pikirkan,
jika bumi berputar pada porosnya, apakah atmosfer juga ikut berputar
atau tetap diam? Secara logika kita dapat mengatakah bahwa atmosfer
ikut berputar, apa buktinya? Jika atmosfer tidak ikut berotasi
bersama bumi tidak ada bangunan dan makhluk hidup dapat berdiri tegak
karena bergesekan dengan atmosfer, akan terasa angin kencang yang
mengiris-iris kulit, menghancurkan bangunan, mengikis gunung, dan
menerbangkan air (sungai dan laut tumpah). Itulah sebabnya dikatakan
rawaasiya itu ditancapkan, ditetapkan, dijadikan, supaya makhluk di
bumi tidak berguncang karena bergesekan dengan atmosfer dan tidak
hilang kesesimbangan akibat rotasi bumi (semua makhluk di bumi ikut
berotasi). Jadi rawaasiya itu mengikat atmosfer dan segala benda
kepada bumi agar ikut berotasi. Jadi apa rawaasiya itu?
Gravitasi. Jadi dengan adanya rawaasiya kita
tidak goncang karena kita kita dan atmosfer ikut berputar bersama
bumi. Lalu bagaimana hubungan rawaasiya dengan Allah SWT memberikan
kita minum air tawar seperti pada ayat 27 surat Al Mursalaat?
“dan Kami
jadikan padanya gravitasi
yang terputus menyeluruh, dan Kami beri minum kamu dengan air tawar?”
Ternyata
gravitasi berperan
dalam siklus air. Gravitasi yang terputus menyeluruh tersebut
maksudnya tidak berlaku untuk hal tertentu secara tetap, misalnya
untuk uap air. Gravitasi putus (tidak berlaku) untuk seluruh uap air,
artinya gravitasi berlaku bagi air namun akan putus/hilang ketika air
berubah menjadi uap dan mengikat kembali ketika uap tersebut
berkumpul (terkondensasi menjadi awan di lapisan atmosfer tertentu)
dan menariknya lagi ke bumi menjadi hujan. Air laut yang menguap
tidak membawa garam karena garam lebih diikat oleh rawaasiya daripada
uap air. Artinya uap air itu tawar dan akhirnya menjadi hujan yang
turun menjadi sungai-sungai yang tawar airnya. Maha Sempurna
rancangan Allah SWT.
Maha
Penggerak Allah, Rabb semesta alam. Aku memuji-Nya sebanyak bilangan
makhluk-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar