Sabtu, 12 April 2014

Geologi dalam Perspektif Islam

Para ahli geologi telah lama meneliti fungsi gunung sebagai pondasi penguat permukaan bumi. Adalah Profesor Emeritus Frank Press dari Washington, Amerika Serikat (AS), salah seorang Geolog yang mengkaji tentang gunung sebagai sebagai pasak bumi.
Penasihat bidang ilmu pengetahuan di era kepemimpinan Presiden AS Jimmy Carter itu sempat menulis buku berjudul “The mountains, like pegs, have deep roots embedded in the ground.” Lewat buku “Gunung, seperti pasak, berakar di dalam tanah” itu, Press mengungkapkan apabila gunung dibelah berbentuk irisan maka akan terlihat akar atau alur bersama lava yang mengikat kuat di dasar tanah.
Ia juga mengungkapkan fungsi gunung yang memainkan peran penting dalam menstabilkan kerak bumi. Hasil penelitian ilmiah itu sebenarnya sudah disebut dalam kitab suci Alquran, sejak 1400 tahun yang lalu. Penemuan Press itu membuktikan bahwa Alquran adalah mukjizat dan firman Allah SWT.
Simaklah Alquran surah Al-Anbiya ayat 31: “Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka…”
Dalam surah Al-Naba ayat 6-7, Allah SWT berfirman, “Bukankan telah Kami jadikan bumi sebagai hamparan. Dan Kami jadikan gunung-gunung sebagai pasak?”
Mengapa gunung diistilahkan sebagai pasak? Menurut Prof Press, sebenarnya, kerak bumi mengapung di atas cairan. Lapisan terluar bumi membentang 5 km dari permukaan. Kedalaman lapisan gunung menghujam sejauh yang 35 km. Dengan demikian, pegunungan adalah semacam pasak yang didorong ke dalam bumi.

“Jadi gunung inilah yang berfungsi sebagai pasak untuk menstabilkan kerak bumi,” ungkap Prof Press.
Hal senada juga diungkapkan Profesor Siaveda, ahli geologi dari Jepang. Menurut Siaveda, ketika lempengan bumi saling bertumbukkan, makalempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya. Sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi dan gunung. Inilah yang mengikat kuat di dasar permukaan bumi.
Simak firman Allah dalam surah An-Nahl ayat 15 ini:
Dan Dia menancapkan gunung gunung di bumi supaya bumi ini tidak berguncang bersama kamu.”
Saya ingin menjelaskan bahwa sebenarnya kata yang digunakan dalam AlQuran untuk menyebutkan “gunung” dalam ayat-ayat pada artikel tersebut berbeda. Memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, semua kata tersebut diartikan dengan ‘gunung’. Perhatikan beberapa ayat berikut ini

QS.16 : “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.” (QS.An-Nahl : 15)
QS.78 : “dan gunung-gunung sebagai pasak?” (QS.An-Naba : 7)

QS.21 : “Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya tidak bumi itu goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.” (QS.Al-‘Anbiyaa : 31)
QS.27 : “Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS.An Naml : 88)
QS.77 : “dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan Kami beri minum kamu dengan air tawar?” (QS.Al Mursalaat : 27)
QS.101 : “dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan” (QS.Al Qaari’ah : 5).

Yang perlu diperhatikan, pertama, jika kata ‘gunung’ yang dimaksud adalah kata yang diikuti dengan keterangan kerja/benda artinya kata ‘gunung’ tersebut diperlakukan sebagai sebuah benda maka AlQuran menyebutnya sebagai al jibaal. Keterangan yang dimaksud contohnya : dijadikan pasak, dapat berjalan selayaknya awan, bisa dihamburkan seperti bulu, dibenturkan, ditegakkan, dihancurkan, menjadi tumpukan pasir, dan masih banyak lagi. Disini “gunung” atau al jibaal dimaksudkan sebagai sebuah benda yang dapat dilihat keberadaannya.

Kedua, jika ‘gunung’ yang dimaksud diikuti oleh keterangan berupa kata sifat maka kata ‘gunung’ tersebut merupakan suatu hal yang tidak terlihat dan AlQuran menyebutnya dengan rawaasiya. Keterangan yang meunjukkan sifat misalnya : yang tinggi, menetapkan/ditetapkan, yang kokoh,
dijadikan, dan lainnya. Jadi kata rawaasiya ini dimaksudkan untuk menjelaskan suatu hal yang ada tapi tidak terlihat dan hanya dirasakan keberadaannya.

Apa arti Al Jibaal yang sebenarnya?

Ayat yang menerangkan al jibaal dengan jelas adalah ayat berikut ini.
QS.20 : “Dan mereka bertanya kepadamu tentang jibaal, maka katakanlah: “Rabbi akan menghancurkannya seremuknya, maka dijadikan datar sama sekali, tidak ada sedikitpun kamu lihat tempat rendah dan yang tinggi”. yang (QS. Thaa Haa : 105 – 107).

Disini kita perhatikan bahwa AlQuran menyebutkan setelah jibaal dihancur-remukkan oleh Allah, maka tidak lagi terlihat tempat yang rendah dan yang tinggi, artinya sebelum jibaal dihancurkan oleh Allah, kita, manusia, akan melihat tempat yang rendah dan tinggi. Jika kita tinggal di lereng dataran tinggi kita masih bisa melihat tempat yang rendah (lembah) dan yang tinggi (puncak gunung). Lantas apa AlQuran hanya benar untuk orang yang tinggal di lereng dataran tinggi saja? Ternyata bila kita tinggal di dataran rendah, pesisir pantai misalnya, kita juga bisa melihat tempat yang tinggi (bukit-bukit) dan tempat yang rendah yaitu dasar laut. Jadi jika jibaal diartikan gunung maka tidak perlu disebutkan bahwa sebelum dihancurkan ada tempat yang rendah dan tinggi sebab disemua tempat di muka bumi ini yang dihuni manusia selalu ada tempat yang tinggi dan rendah. Karena AlQuran itu sangat sempurna bahasanya maka tidak mungkin jibaal itu artinya gunung saja karena dataran rendah juga diistilahkan jibaal. Lantas apa arti jibaal? Kesimpulannya jibaal itu berarti lempeng benua. Jika demikian maka menjadi logislah surat Al Ghaasiyah ayat 19 yang mengatakan:

Dan lempengan benua bagaimana ia ditegakkan?” (QS.Al Ghaasiyah : 19)

Jika diartikan dari ayat 17 : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan lempengan benua bagaimana ia ditegakkan?” Nah, pembuktian keilmuannya dilakukan oleh bidang ilmu geologi dan geodesi yang menyatakan bahwa sebenarnya gunung yang kita lihat itu adalah lempengan benua yang terlipat akibat saling dorong dengan lempengan benua yang lain, misalnya gunung Himalaya adalah lempeng India yang melipat ke atas akibat berdesakan dengan lempeng Asia. Dalam kehidupan sehari-hari, masayarakat lokal akan menamai “sepetak” lempengan benua dengan nama dataran tinggi, misalnya sepetak lempeng Asia di Yogyakarta dinamai Merapi dan sepetak lempeng Arab di Makkah di namai bukit Tsur


Apa arti Rawaasiya yang sebenarnya?

Salah satu ayat yang menjelaskan apa itu rawaasiya adalah ayat berikut.
QS.16 : “Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk.” (QS.An-Nahl : 15)

Kita tentu mengetahui bahwa bumi ini berotasi. Sekarang coba pikirkan, jika bumi berputar pada porosnya, apakah atmosfer juga ikut berputar atau tetap diam? Secara logika kita dapat mengatakah bahwa atmosfer ikut berputar, apa buktinya? Jika atmosfer tidak ikut berotasi bersama bumi tidak ada bangunan dan makhluk hidup dapat berdiri tegak karena bergesekan dengan atmosfer, akan terasa angin kencang yang mengiris-iris kulit, menghancurkan bangunan, mengikis gunung, dan menerbangkan air (sungai dan laut tumpah). Itulah sebabnya dikatakan rawaasiya itu ditancapkan, ditetapkan, dijadikan, supaya makhluk di bumi tidak berguncang karena bergesekan dengan atmosfer dan tidak hilang kesesimbangan akibat rotasi bumi (semua makhluk di bumi ikut berotasi). Jadi rawaasiya itu mengikat atmosfer dan segala benda kepada bumi agar ikut berotasi. Jadi apa rawaasiya itu? Gravitasi. Jadi dengan adanya rawaasiya kita tidak goncang karena kita kita dan atmosfer ikut berputar bersama bumi. Lalu bagaimana hubungan rawaasiya dengan Allah SWT memberikan kita minum air tawar seperti pada ayat 27 surat Al Mursalaat?

dan Kami jadikan padanya gravitasi yang terputus menyeluruh, dan Kami beri minum kamu dengan air tawar?”

Ternyata gravitasi berperan dalam siklus air. Gravitasi yang terputus menyeluruh tersebut maksudnya tidak berlaku untuk hal tertentu secara tetap, misalnya untuk uap air. Gravitasi putus (tidak berlaku) untuk seluruh uap air, artinya gravitasi berlaku bagi air namun akan putus/hilang ketika air berubah menjadi uap dan mengikat kembali ketika uap tersebut berkumpul (terkondensasi menjadi awan di lapisan atmosfer tertentu) dan menariknya lagi ke bumi menjadi hujan. Air laut yang menguap tidak membawa garam karena garam lebih diikat oleh rawaasiya daripada uap air. Artinya uap air itu tawar dan akhirnya menjadi hujan yang turun menjadi sungai-sungai yang tawar airnya. Maha Sempurna rancangan Allah SWT.

Maha Penggerak Allah, Rabb semesta alam. Aku memuji-Nya sebanyak bilangan makhluk-Nya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar